Selasa, 25 Maret 2014

                                                TES INDIVIDU DAN TES MINAT
Tes yang secara tradisional disebut “Tes Intelegensi”, yaitu jenis tes yang dibahas adalah turunan langsung dari skala- skala Binet yang asli. Tes-Tes ini memberikan secara khusus sebuah skor rangkuman tunggal, misalhnya IQ tradisional, sebagai indeks tingkat kinerja yang relative luas (AIKEN,1996). Tes-tes ini jga menghasilkan skor-skor pada subtes atau kelompok – kelompok subtes yang menaksir kemampuan yang dirumuskan secara lebih sempit. Tes intelegensi sering digunakan sebagai instrument penyaringan awal. Penggunaan tes intelegensi umumn uang lain ada pada tes klinis, terutama identifikasi dan dan klasifikasi orang-orang yang terbelakang mentalnya. Untuk maksud-maksud klinisi, maka tes diselenggarakan perorangan.
Tes Stanford-Binet
Evolusi
         Binet mendapat tugas dari pemerintah Perancis (1904)
         Terbit skala Binet yang terdiri 30 item (1905)
         Terbit hasil revisi bersama Theodore Simon (1908)
         Ada pembatasan usia subjek
         Ada pengelompokan item
         Perluasan proses mental yang diukur
         Diterapkan konsepsi usia mental
         Terbit revisi pertama Skala Binet-Simon (1911)
         Penempatan item diperbaiki ® sampel lebih representatif
         Perhitungan usia mental lebih rinci
         Terbit revisi dari Stanford University (1916)
         Mempertahankan karakteristik Binet-Simon
         Item diperbaiki - dipindah – digugurkan - ditambah
         Konsep I.Q. rasio diterapkan
         Disediakan instruksi administrasi & skoring
         Sampel standardisasi 1000 anak + 400 dewasa

         Terbit revisi I Stanford-Binet bersama Merrill (1937)
         Aktivitas mental diperluas
         Disediakan 2 bentuk yg paralel: Form L dan Form M
         Restandardisasi dengan sampel yang lebih banyak
(100: I-6 – V-6; 200: VI – XIV; 100: XIV – XVIII)
         Terbit revisi II Stanford-Binet Intelligence Scale (1960)
         Form L dan form M digabung: Form L-M
         Sampel untuk analisis item dikelompokkan berdasarkan MA
         Disediakan tes pengganti
         Tidak dilakukan restandardisasi
         Terbit revisi III Stanford-Binet Intelligence Scale (1972)
         Bentuk skala tidak berubah
         Restandardisasi dengan sampel yang lebih representatif
(± 200 000 orang)
         Terbit revisi dari Yerkes (1915- 1923)
         Item dikelompokkan dalam bentuk subtes










Reliabilitas
Usia
I . Q .
60 - 69
140 - 149
II-6 – V-6
0,91
0,83
VI – XIV
0,97
0,91
XV – XVIII
0,98
0,95

      Pengujian Fels Research Institute dengan test-retest menunjukkan bahwa makin lama interval waktu, korelasi makin kecil
      Bila interval waktunya konstan, korelasi membesar
      Kesalahan pengukuran sebesar ± 5 poin I.Q.
Validitas
         Makin tinggi M.A. makin tinggi korelasi dengan tes Perbendaharaan Kata Þ secara content (isi), Stanford-Binet sarat dengan pengukuran verbal
faktor kecerdasan yang diukur (Robert E. Valett)
         General Comprehension
         Visual-motor Ability
         Arithmetic reasoning
         Memory & Concentration
         Vocabulary & Verbal Fluency
         Judgement & Reasoning
Skala Wechsler
Diawali oleh adanya pandangan dan keraguan tentang pengukuran inteligensi melalui tes Binet (1937) sebagai pendahulu dalam tes inteligensi. Menurut Wechsler: tes Binet memiliki keterbatasan dalam penggunaannya, khususnya dalam pengukuran inteligensi untuk orang dewasa sehingga perlu adanya perluasan dalam pengukuran inteligensi memerlukan item-item yang dapat diberikan tidak hanya pada kelompok anak tetapi juga pada orang dewasa.

Dua hal yang berbeda dengan para ahli sebelumnya:

  • Pertama, adanya konsep “point scale”, yaitu adanya penambahan nilai pada item-item yang dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih cepat serta pengukurannya mencakup isi tertentu. 
  • Kedua, menambahkan adanya pengukuran performansi, yaitu pengukuran kemampuan yang bersifat nonverbal serta kemampuan performansi terhadap tugas
Perkembangan Konstruksi:
  1. WPPSI _Usia dibawah 5 tahun 
  2. WISC _Usia 5–15 tahun 
  3. WBIS _Usia 10–65 tahun 
  4. WAIS _revisi beberapa item dari beberapa subtes
SKALA

Terdiri atas 11 seubtes yang mengukur kemampuan yang berbeda dn merupakan kombinasi berbagai kecakapan (specific factor/ s. Faktor).

1. VERBAL SCALE: 
ability to work with abstract verbal symbol ; perceptual skills included (auditory).

Nilai kemampuan Verbal ini mengungkap tentang:
  • Kemampuan bekerja dengan simbol-simbol abstrak 
  • Jumlah dan tingkat kebergunaan latar belakang pendidikan yang dimiliki individu 
  • Kemampuan memori verbal 
  • Kelancaran verbal.
Dan nilai intellegency ini cenderung lebih terpengaruh kultur atau budaya. Dan didalamnya terkandung beberapa pokok penilaian, yakni:

a. Informasi.
  • Menggali kemampuan menangkap instruksi 
  • Mengikuti perintah dalam persoalan 
  • Kecepatan dalam memberikan jawaban. 
  • luasnya pengetahuan, long-term memory
b. Pengertian.
  • mengukur akal sehat (common sense) 
  • penilaian terhadap situasi sosial (social judgment) 
c.  Hitungan. 
  • mengukur akal sehat (common sense) 
  • penilaian terhadap situasi sosial (social judgment)
d. Persamaan.
  • kemampuan mengolah persamaan dari dua hal 
  • tingkat kemampuan berpikir abstraksi (konkrit, fungsional, abstrak), pembentukan konsep verbal
e. Rentangan angka.
  • kemampuan memberikan jawaban secara verbal 
  • menggali konsentrasi, attention span dan ingatan jangka pendek
f. Perbendaharaan kata.
  • kemampuan memberikan jawaban secara verbal 
  • kemampuan belajar dalam memanfaatkan pengetahuan tentang kata, luasnya perbendaharaan kata, daya ingat, pembentukan konsep dan kemampuan mendeskripsikan kata dalam susunan kalimat
2. PERFORMANCE SCALE: ability to work in concrete situasion ; perceptual skills included (visual)

Nilai Kemampuan Performansi Mengungkap tentang;
  • Tingkat dan kualitas kontak nonverbal individu dengan lingkungan 
  • Kemampuan integrasi stimulus perseptual dengan respon motorik yang relevan 
  • Kapasitas bekerja dalam situasi konkrit 
  • Kemampuan bekerja cepat 
  • Kemampuan mengevaluasi informasi visuospasial
Didalam nilai kemampuan performance atau performance scales terdiri dari beberapa aspek penilaian yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Simbol angka.
  • kecermatan dalam mengamati data 
  • kemampuan mempelajari persoalan yang tidak umum, visual-motor dexterity, associative learning, tingkat/derajat ketelitian dan kecepatan bekerja.
b. Melengkapi gambar.
  • kemampuan menghargai adanya ketidaksempurnaan dan menentukan hal yang tidak tampak. 
  • kemampuan membedakan esensial-non esensial secara rinci, kemampuan konsentrasi,visual alertness, visual organization, visual memory.
c. Rancangan balok.
  • kemampuan mengamati dan menangkap tanda-tanda secara cermat. 
  • daya nalar, analisa spatial relationship, integrasi fungsi visual dan motorik, nonverbal concept formation, abstract thinking
d. Mengatur gambar.
  • kemampuan mengamati persoalan secara menyeluruh dan kecermatan menangkap isi permasalahan. 
  • kemampuan merencanakan yang mengacu pada hubungan sebab akibat, logika berpikir, nonverbal reasoning, kemampuan menginterpretasikan situasi sosial (memahami dan mengevaluasi)
e. Merakit objek.
  • kemampuan menangkap bagian secara cermat dan teliti 
  • kemampuan mengamati part-whole relationship, perceptual organization, visual-motor organization
Dengan mengetahui hasil tes diatas dapat diketahui tingkat kemampuan testee yang terangkum dalam 11 (sebelas) macam kemampuan, akan diperoleh 2 (dua) macam nilai (skala) intelegensi yaitu nilai intelegensi pada kemampuan verbal, dan nilai intelegensi performance, untuk kemudian dijumlahkan sehingga ditemukan nilai intelegensi total.

Skala inteligensi WAIS-R merupakan versi skala WAIS terakhir yang diterbitkan oleh The Psychological Corporation pada tahun 1981.

The Kaufman Assessment Battery for Children (K-ABC)
Tes inteligensi K-ABC merupakan baterai (rangkaian) tes yang relatif baru yang diperuntukkan bagi anak-anak usia 2,5 sampai 12,5 tahun (Kaufman, kamphaus, & Kaurman, 1985, dalam Azwar 1996). Tes ini diciptakan oleh Alan S. Kaufman dan Nadeen L. Kaufman dari the University of Alabama.
Skala-skala inteligensi dalam baterai ini adalah Sequal Processing Scale dan Simulation Processing Scale. Sequal Processing Scale yaitu skala yang mengungkap abilitas atau kemampuan untuk memecahkan permasalahan secara bertahap dengan penekanan pada hubungan serial atau hubungan temporal diantara stimulus. Stimulus ini, baik verbal maupun visual harus ditangni secara berurutan agar tercapai performansi yang optimal. Dalam K-ABC kemampuan ini diungkap antara lain oleh subtes Word Order dimana subjek harus menunjuk pada bayangan gambar dalam urutan sama dengan urutan nama yang disebut oleh penguji. Simulation Processing Scale yaitu skala yang bertujuan mengungkap kemampuan anak dalam memecahkan permasalahan dengan cara mengorganisasikan dan memadukan banyak stimuli sekaligus dalam waktu yang sama. Permasalahan yang diajukan sering kali bersifat analogi atau mengandung aspek spasial. Baik berwujud perseptual maupun berujud konseptual, stimulusnya menghendaki pengerahan daya sintesis simultan agar tercapai penyelesaian yang benar. Dalam K-ABC, stimulus bentuk ini mencakup tugas pengenalan bercak tinta yang disajikan separuh selesai (Gestalt Completion) dan analogi visual yang umumnya abstrak (Matrix Analogies). Baterai dalam skala ini juga menyajikan kombinasi Sequantial dan Simultaneous Processing yang masing-masing disebut Mental Processing Composite Scale, Achievement Scale, dan non-Verbal Scale. Skor pada kesemua skala dalam K-ABC dibuat memiliki mean 100 dan unit deviasi standar sebesar 15 agar dapat dibandingkan langsung satu sama lain dan dengan ukuran inteligensi lain. Skala nonverbal dalam K-ABC merupakan bentuk pendek dari Mental Processing Scale yang dikhususkan bagi anak usia 4 sampai 13,5 tahun dan mencakup pula subtes yang dapat disajikan secara pantomim serta direspon secara motorik.
Kaufman Addolesent and Adult Intelegence Test (KAIT)
·         Tes ini dirancang untuk usia 11 hingga 85 tahun atau lebih.
·         Tes ini menampilkan upaya untuk mengintegrasikan teori tentang intelegensi cair dan Kristal.
·         Soal-soal dalam tes ini cenderung menuntut semacam penyelesaian masalah dari pikiran operasional formal Piaget dan fungsi-fungsi evaluative perencanaan.

Kaufman Brief Inteligence Test (K-BIT)
Dirancang sebagai instrument penyaringan yang cepat untuk memperkirakan tingkat fungsi intelektual. Meskipun diselenggarakan secara individu, tes ini sederhana dan bisa diberikan oleh seorang teknisi. K-BIT mencakup rentang usia 4 sampai 90 tahun. K-BIT bukan merupakan versi pendek dari K-ABC maupun KAIT. K-BIT terdiri dari satu subtes verbal yang terdiri dari 45 kosakataEkspresif dan 37 Definisi, dan satu subtes nonverbal yang terdiri dari 48 matriks. Ketiga skor (verbal, nonverbal, dan komposit)yang dihasilkan oleh K-BIT diekspresikan dalam kaitan dengan unit-unit IQ simpangan, seperti halnya tes-tes Kaufman lainnya.
Tes Kemampuan Diferensial
Dibawah tahun 1976 dikenal dengan nama TINTUM’69
¨  Bentuk tes Intellegensi Umum
¨  Tahun 1976 diteliti oleh Wibowo, S. dan ternyata TINTUM’69 cocok untuk mengetahui Kemampuan Differensial.
¨  Tahun 1976 TINTUM’69 dirubah namanya dengan “Tes Kemampuan Differensial”.
¨  Digunakan untuk seleksi calon mahasiswa, seleksi calon karyawan, termasuk promosi & mutasi karyawan.
¨  Disusun berdasarkan teori “Multiple Factor” dari Thurstone, L.L., & Thurstone, T.G. (1941).
¨  Ada 7 faktor kemampuan mental primer, yaitu:
V
Verbal Comprehension
W
Word Fluency
N
Number
S
Space
M
Associative Memory
P
Perceptual Speed
I atau R
Induction / General Reasoning
¨  Namun, didasari pertimbangan praktis maka dalam tes ini hanya mengukur 5 faktor mental primer saja, yaitu:
V
Verbal Comprehension
N
Number
S
Space
P
Perceptual Speed
I atau R
Induction / General Reasoning

DAS – Naglieri Cognitive Assesment System
Tugas – tugas CAS dirancng untuk mengukur fungsi-fungsi kognitif dasar yang dilibatkan dalam proses belajar, tetapi dianggap independen dari proses bersekolah. Ini mencakup pemrosesan Perencanaan, Perhatian, Simultan, dan Berurutan. Sistem ini menggunakan tes-tes verbal dan nonverbal yang disajikan melalui saluran indra pendengaran dan penglihatan.
Sumber :
Groth-Marnat, Gary.(2003). Handbook of psychological assessment 4th edition. United States : John Wiley & Sons, Inc
Anastasi, A., Urbina, U. (2007). Tes Psikologi (Edisi Ketujuh). Indonesia: PT Indeks

Kaufman, Alan S. (1990). Assessing Adolescent and Adult Intelligence (first ed.). Boston: Allyn and Bacon.

Tingkat kedisiplinan dengan Prestasi Mahasiswa

Senin, 24 Maret 2014

Saya akan membahas Fenomena kedisiplinan pada mahasiswa, banyak mahasiswa yang tidak peduli dengan kedisiplinan padahal 12tahun mereka diajarkan di sekolah tentang kedisiplinan. Bahkan urusan kuku pun diatur dan ada hukumannya. 
Tapi sekarang bak hilang ditelan ombak, Mahasiswa yang sejatinya penerus bangsa melupakan nilai-nilai kedisiplinan yang telah ditanamkan sejak dini. Saya Akan mengulas dengan beberapa teori Psikologi.

Teori Moral Kohlberg (1927-1987)
perkembangan moral pada awal masa kanak-kanak masih dalam tingkat yang rendah, karena perkembangan intelektual anak-anak belum mencapai titik di mana ia dapat mempelajari atau menerapkan prinsip-prinsip abstrak tentang benar dan salah, tidak mempunyai dorongan untuk mengikuti peraturan peraturan karena tidak mengerti manfaatnya sebagai anggota kelompok social.
Kohlberg memasukkan dua tahapan dari tingkat perkembangan pertama ini yang ia sebut sebagai “moralitas prakonvensional”. Dalam tahap pertama, anak berorientasi patuh dan hukuman dalam arti ia menilai benar salah berdasarkan konsekuensi fisik. Dalam tahap kedua, anak menyesuaikan diri dengan harapan social agar dipuji.
  1. Disiplin dalam awal masa kanak-kanak
Disiplin ialah cara masyarakat mengajarkan perilaku moral kepada anak agar diterima kelompok. Ada tiga unsur penting dalam disiplin: peraturan dan hukum yang berfungsi sebagai pedoman bagi penilaian yang baik, hukuman bagi pelanggaran peraturan dan hukum, dan hadiah untuk perilaku yang baik atau usaha untuk berperilaku social yang baik.
Ada tiga jenis disiplin yang digunakan pada awal masa kanak-kanak.
  • Disiplin otoriter, yakni orang tua atau pengasuh menetapkan peraturan-peraturan dan memberitahukan anak bahwa ia harus mematuhi peraturan tersebut.

§  Disiplin yang lemah, yakni teknik disipin yang mendasarkan bahwa melalui akibat dari perbuatannya sendiri anak akan belajar bagaimana berperilaku secara social.
§  Disiplin demokratis, yakni menekankan hak anak untuk mengetahui mengapa peraturan dibuat dan memperoleh kesempatan mengemukakan pendapatnya sendiri bila ia menganggap peraturan itu tidak adil.
Penerapan disiplin yang berbeda akan mendapatkan hasil yang berbeda pula.
§  Pengaruh pada perilaku
§  Disiplin lemah; anak akan mementingkan diri sendiri, tidak menghiraukan hak orang lain, agresif dan tidak social.
§  Disiplin otoriter; anak akan sangat patuh pada orang dewasa, agresif dengan teman sebaya.
§  Disiplin demokratis; anak akan belajar mengendalikan perilaku yang salah dan mempertimbangkan hak-hak orang lain.
§  Pengaruh pada sikap
§  Disipin otoriter; anak cenderung membenci orang yang berkuasa, merasa diperlakukan tidak adil.
§  Disiplin lemah; benci terhadap orang yang berkuasa, merasa bahwa orang tua seharusnya memperingatkan bahwa tidak semua orang dewasa mau menerima perilaku yang tidak disiplin.
§  Disiplin demokratis; menyebabkan kemarahan sementara namun bukan kebencian.
§  Pengaruh pada kepribadian
§  Semakin banyak hukuman fisik, anak semakin cemberut karena kepala dan negativistic.
§  Penyesuaian pribadi dan social yang buruk.
§  Mempunyai penyesuaian pribadi dan social yang terbaik.
1.      Pelanggaran
Pelanggaran adalah bentuk ringan dari menyalahi aturan atau perbuatan yang keliru. Pelanggaran pada masa awal kanak-kanak disebabkan oleh tiga hal; pertama, ketidaktahuan bahwa perilakunya tidak dibenarkan oleh kelompok social, atau lupa dan tidak mengerti dalam situasi apa peraturan itu berlaku. Kedua, anak belajar bahwa sengaja tidak patuh pada hal yang kecil umumnya akan mendapat perhatian yang besar daripada perilaku yang baik. Ketiga, dapat disebabkan oleh kebosanan, dengan melakukan kehebohan dll.
2.      Minat pada agama
Bagi anak-anak keyakinan agama sebagian besar tidak berarti meskipun mereka menunjukkan minat dalam ibadah agama. Tetapi karena banyak hal yang disangkutpautkan dengan masalah agama, maka keingin tahuan mengenai masalah agama menjadi besar.
Konsep anak-anak mengenai agama adalah realistic, dalam arti anak menafsirkan apa yang didengar dan dilihat sesuai dengan apa yang sudah diketahui. Sepanjang awal masa kanak-kanak, minat pada agama bersifat egosentris. Tahap ni juga disebut tahap dongeng dari keyakinan agama, karena anak menerima semua keyakinannya dengan unsur  yang tidak nyata.
3.      Bahaya moral
Secara umum ada empat bahaya moral dalam tahap awal masa kanak-kanak. Pertama, disiplin yang tidak konsisten memperlambat proses untuk belajar menyesuaikan diri dengan harapan social. Kedua, kalau anak tidak ditegur atas perbuatan-perbuatan yang melanggar dan kalau anak dibiarkan memperoleh kepuasan sementara dari kekaguman dan iri hati teman-teman terhadap perilakunya yang salah, maka hal ini akan mendorong anak untuk terus mempertahankan perilaku yang salah.
Ketiga, terlampau banyak penekanan pada hukuman terhadap perilaku salah dan terlampau sedikit penekanan pada sikap yang kurang baik kepada orang yang berkuasa. Dalam hal ini hanya ada tiga alas an yang dibenarkan untuk menghukum anak, pertama kalau tidak ada cara lain untuk menyampaikan larangan kepada anak; kedua, hukuman diberikan kalau anak melakukan perbuatan yang terlarang; ketiga, agar supaya efektif hukuman jangan terlalu sering dilakukan karena anak akan menjadi kurang peka terhadap tujuan hukuman.
Keempat dan yang paling serius dari sudut pandang jangka panjang ialah anak yang terkena disiplin otoriter yang pokok penekanannya pada pengendalian eksternal tidak didorong  untuk mengembangkan pengendalian internal terhadap perilaku yang membentuk dassar bagi perkembangan lebih lanjut hati nurani.

Teori Behaviorisme

Operant Conditioning – Skinner (1904)

Proses belajar disini untuk memunculkan perilaku baru dan diperkuat dengan Reinforcement. Reinforcement untuk menguatkan perilaku yang diinginkan sedangkan hukuman untuk melemahkan perilaku yang tidak diinginkan. Dalam Hal kedisiplinan, contohnya saja jika hari senin dan tiba waktunya untuk upacara kita haru memakai topi, dasi, ikat pinggang, sepatu hitam. Jika tidak maka akan dijemur dan diberi hukuman. Sehingga kita akan mempersiapkan lebih dahulu jika tidak ingin mendapat hukuman. Walaupun efeknya hanya pada hari senin saja. Sewaktu sekolah dasar, saya di depan pintu kelas berbaris untuk diperiksa kuku jika kukunya tidak rapi maka dia akan dihukum menghapalkan perkalian. Sehingga anak anak pasti datang ke sekolah dengan kuku yang sudah digunting rapi.
Sehingga memunculkan kedisiplinan pada diri kita. Contohnya lagi jika terlambat kita akan diberi hukuman dan diabsen, tapi sejak menjadi mahasiswa kita tidak akan ditelfon saat tidak masuk, karena tanggung jawab kita sudah sangat besar. Mau masuk, mau terlambat karena ada urusan mendadak jga jika aturannya terlambat 30 menit tidak akan absen ya berarti itu konsekuensi kita sendiri.

Disiplin Belajar juga sangat mempengaruhi dengan Prestasi Belajar, mahasiswa yang sudah terbiasa disiplin belajar akan terbiasa belajar sehingga prestasinya pun akan meningkat. Jika waktunya belajar ya belajar. Anak jaman sekarang kan dikit-dikit buka gadget, media social sehingga menurunkan semangat belajarnya. Jika dia ditanamkan sejak kecil disiplin, maka dia tidak akan terpengaruh dengan hal-hal yang menganggu aktifitasnya.

Sumber:
Santrock, John W. (2010). Life Span Development 13th edition. Boston: Mc GrawHills.
Miller,Patricia H. (2011). Theories of Developmental Psychology 5th Edition. United States: Worth Publishers.

Tugas Foto

Sabtu, 22 Maret 2014

Untuk tulisan kali ini, saya dapet tugas dari mas Seta untuk melihat Pameran Foto yang diadakan di Universitas saya yang diadakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) PhotoUP, Nah saya mengambil Sebuah Foto :



Didalam Foto tersebut ada Pria yang sedang berjalan melintasi jembatan penyebrangan seorang diri, Saya akan menganalisanya dengan beberapa teori.
Teori Erich Fromm (1900 – 1980)
Menurut Fromm, hakekat manusia bersifat dualistik. Paling tidak ada empat dualistik di dalam diri manusia:
a. Manusia sebagai binatang dan sebagai manusia
Manusia sebagai binatang memiliki banyak kebutuhan fisiologik yang harus dipuaskan, seperti kebutuhan makan, minum, dan kebutuhan seksual. Manusia sebagai manusia memiliki kebutuhan kesadaran diri, berfikir, dan berimajinasi. Kebutuhan manusia itu terwujud dalam pengalaman khas manusia meliputi perasaan lemah lembut, cinta, kasihan, perhatian, tanggung jawab, identitas, intergritas, sedih, transendensi, kebebasan, nilai, dan norma.
b. Hidup dan mati
Kesadaran diri dan fikiran manusia telah mengetahui bahwa dia akan mati, tetapi manusia berusaha mengingkarinya dengan meyakini adanya kehidupan sesudah mati, dan usaha-usaha yang tidak sesuai dengan fakta bahwa kehidupan akan berakhir dengan kematian.
c. Ketidaksempurnaan dan kesempurnaan
Manusia mampu mengkonsepkan realisasi-diri yang sempurna, tetapi karena hidup itu pendek kesempurnaan tidak dapat dicapai. Ada orang berusaha memecahkan dikotomi ini melalui mengisi rentang sejarah hidupnya dengan prestasi di bidang kemanusiaan, dan ada pula yang meyakini dalil kelanjutan perkembangannya sesudah mati.
d. Kesendirian dan kebersamaan
Manusia adalah pribadi yang mandiri, sendiri, tetapi manusia juga tidak bisa menerima kesendirian. Manusia menyadari diri sebagai individu yang terpisah, dan pada saat yang sama juga menyadari kalau kebahagiaannya tergantung kepada kebersamaan dengan orang lain. Dilema ini tidak pernah terselesaikan, namun orang harus berusaha menjembatani dualism ini, agar tidak menjadi gila. Dualisme-dualisme itu, aspek binatang dan manusia, kehidupan dan kematian, ketidaksempurnaan dan kesempurnaan, kesendirian dan kebersamaan, merupakan kondisi dasar eksistensi manusia. Pemahaman tentang jiwa manusia harus berdasarkan analisis tentang kebutuhan-kebutuhan manusia yang berasal dari kondisi-kondisi eksistensi manusia.
Dilihat dari Foto diatas, Seorang pria yang tengah berjalan sendiri masuk kedalam kategori Manusia adalah pribadi yang mandiri. Manusia menyadari diri sebagai individu yang terpisah, dan pada saat yang sama juga menyadari kalau kebahagiaannya tergantung kepada kebersamaan dengan orang lain. Jadi Terkadang manusia itu menyadari bahwa ia bukanlah satu dengan yang lain atau terpisah dengan individu lainnya. Ia juga tak harus tergantung dengan orang lain. Walaupun Kesendirian itu bagi sebagian orang tidak mengenakkan tapi ada orang yang ingin SENDIRI atau ME TIME. Kadang, saya jika sudah penat dengan orang banyak dan seakan orang lain tak mengert keadaan saya, saya akan menyendiri dan besoknya saya akan bersama dengan teman-teman.

Teori Humanistik- Abraham Maslow
Abraham Maslow membuat teori Hierarki kebutuhan Manusia yang berbentuk piramida.
Berikut Teori Hierarki Maslow :
1.  Kebutuhan Fisiologis
Ini adalah kebutuhan biologis. Mereka terdiri dari kebutuhan oksigen, makanan, air, dan suhu tubuh relatif konstan. Mereka adalah kebutuhan kuat karena jika seseorang tidak diberi semua kebutuhan, fisiologis yang akan datang pertama dalam pencarian seseorang untuk kepuasan.
2.  Kebutuhan Keamanan
Ketika semua kebutuhan fisiologis puas dan tidak mengendalikan pikiran lagi dan perilaku, kebutuhan keamanan dapat menjadi aktif. Orang dewasa memiliki sedikit kesadaran keamanan mereka kebutuhan kecuali pada saat darurat atau periode disorganisasi dalam struktur sosial (seperti kerusuhan luas). Anak-anak sering menampilkan tanda-tanda rasa tidak aman dan perlu aman.
3.  Kebutuhan Cinta, sayang dan kepemilikan
Ketika kebutuhan untuk keselamatan dan kesejahteraan fisiologis puas, kelas berikutnya kebutuhan untuk cinta, sayang dan kepemilikan dapat muncul. Maslow menyatakan bahwa orang mencari untuk mengatasi perasaan kesepian dan keterasingan. Ini melibatkan kedua dan menerima cinta, kasih sayang dan memberikan rasa memiliki.
4.  Kebutuhan Esteem
Ketika tiga kelas pertama kebutuhan dipenuhi, kebutuhan untuk harga bisa menjadi dominan. Ini melibatkan kebutuhan baik harga diri dan untuk seseorang mendapat penghargaan dari orang lain. Manusia memiliki kebutuhan untuk tegas, berdasarkan, tingkat tinggi stabil diri, dan rasa hormat dari orang lain. Ketika kebutuhan ini terpenuhi, orang merasa percaya diri dan berharga sebagai orang di dunia. Ketika kebutuhan frustrasi, orang merasa rendah, lemah, tak berdaya dan tidak berharga.
5.  Kebutuhan Aktualisasi Diri
Ketika semua kebutuhan di atas terpenuhi, maka dan hanya maka adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri diaktifkan. Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai orang perlu untuk menjadi dan melakukan apa yang orang itu “lahir untuk dilakukan.” “Seorang musisi harus bermusik, seniman harus melukis, dan penyair harus menulis.” Kebutuhan ini membuat diri mereka merasa dalam tanda-tanda kegelisahan. Orang itu merasa di tepi, tegang, kurang sesuatu, singkatnya, gelisah. Jika seseorang lapar, tidak aman, tidak dicintai atau diterima, atau kurang harga diri, sangat mudah untuk mengetahui apa orang itu gelisah tentang. Hal ini tidak selalu jelas apa yang seseorang ingin ketika ada kebutuhan untuk aktualisasi diri.

Melihat contoh foto diatas, saya akan menganalisis melalui kebutuhan ke3 yaitu Cinta, sayang, dan kepemilikan. Maslow menyatakan bahwa orang mencari orang lain untuk mengatasi perasaan kesepian dan keterasingan. Orang merasa bahwa penting akan kehadiran orang lain untuk mengatasi rasa kesendirian tersebut, Terkadang, orang lain yang tidak bisa melewati tahap ini merasa depresi, bunuh diri atau membunuh orang lain. Tapi ada yang menganggap, tanpa orang lain hidup mereka akan berjalan terus, padahal Manusia adalah Makhluk Sosial yang membutuhkan orang lain.

Individu yang tidak menginginkan teman bukan orang yang kesepian, tetapi seseorang yang menginginkan teman dan tidak memilikinya disebut orang yang kesepian (Burger, dalam Baron & Byrne, 2000).
Sumber :
Feist & Feist. (2009). Theories Of Personality -Seventh Edition. Boston : The McGraw−Hill Companies.

Sarwono, Sarlito W. (2002). Berkenalan dengan Aliran Aliran dan Tokoh- Tokoh Psikologi. Jakarta : Bulan Bintang.

Senin, 17 Maret 2014

KONSEP DASAR TES PSIKOLOGI
Definisi Tes dalam Psikologi
Istilah tes telah sedemikian populernya di Indonesia. Boleh dikatakan setiap orang pernah mendengar, membicarakan, atau bahkan mengalami pengukuran suatu tes dalam situasi dan keperluan yang berbeda. Tetapi apakah sebenarnya tes itu? Kiranya tidak banyak orang yang dapat menjelaskan secara baik dan lengkap.Dalam buku Saifuddin Azwar pada tahun 1987 dengan judul “Test Prestasi : Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar”, suatu tes tidak lain dari sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab atau tugas yang harus dikerjakan yang akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis  tertentu berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan atau cara dan hasil subyek melakukan tugasnya.Penjelasan ini mungkin terlalu sederhana, karena pada kenyataannya tidak sembarang kumpulan pertanyaan cukup berharga untuk dinamakan suatu alat tes. Banyak syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu agar pertanyaan itu dapat dinamai suatu alat tes.Anne Anastasi (1976) mengatakan bahwa tes pada dasarnya adalah suatu pengukuran yang obyektif dan standar terhadap sampel perilaku. Brown (1976) mengatakan bahwa tes adalah suatu prosedur yang sistematis guna mengukur sample perilaku seseorang. Nampaknya Brown menganggap bahwa cirri sistematis tersebut telah mencakup pengertian obyektif, standar, dan syarat-syarat kualitas lainnya.Definisi yang lebih lengkap dapat dikutipkan langsung dari pendapat Cronbach yang dikemukakan dalam bukunya Essentials of psychological Testing, yaitu: “….a systematic procedure for observing a person’s behavior and describing it with the aid of a numerical scale or a category system” (Cronbach, 1970).
Dari batasan-batasan mengenai tes tersebut diatas, dapatlah kita tarik kesimpulan pengertian, antara lain:1. Tes adalah prosedur yang sistematis, artinya (a) item-item dalam tes disusun dengan cara dan aturan tertentu, (b) prosedur administrasi dan pemberian angka (skoring) tes harus jelas dan dispesifikasikan secara terperinci, dan (c) setiap orang yang mengambil tes tersebut harus mendapat item-item yang sama dan dalam kondisi yang sebanding.2. Tes yang berisi sampel perilaku, artinya (a) betapapun panjangnya suatu tes isi yang tercangkup didalamnya tidak akan lebih dari seluruh item yang mungkin ada, dan (b) kelayakan suatu tes tergantung pada sejauh mana item-item di dalam tes itu mewakili secara representatif kawasan (domain) perilaku yang diukur.3. Tes mengukur perilaku, artinya item-item dalam tes menghendaki subyek agar menunjukkan apa yang diketahui atau apa yang telah dipelajari subyek dengan cara menjawab item-item atau mengerjakan tugas-tugas yang dikehendaki oleh tes.
Sedangkan beberapa hal yang tidak tercangkup dalam batasan tes adalah:1.Tes tidak memberi spesifikasi formatnya, artinya tes dapat disusun dlaam berbagai bentuk dan tipe sesuai dengan tujuan dan maksud diadakannya tes.2.Tes tidak membatasi isi yang dapat dicangkupnya, artinya tes dapat melakukan fungsi ukur terhadap hasil belajar, abilitas, kamampuan khusus atau bakat, intelegensi, dan sebagainya sesuai dengan untuk apa tes itu dibuat.3.Subyek yang dikenai tes tidak selalu perlu dan harus tahu kalau ia sedang dikenai suatu tes, lebih lanjut, subyek tidak selalu perlu tahu aspek psikologis apa yang sedang diukur dari dirinya
Tes Psikologi?
Sampel Perilaku. 
Tes psikologis pada dasarnya adalah alat ukur yang objektif dan dibakukan atas sampel perilaku tertentu. Tes-tes psikologis mirip dengan tes-tes dalam ilmu-ilmu lainnya, sejauh observasi dibuat atas sampel yang kecil, namun dipilih secara hati-hati atas perilaku individu. Dalam kaitan ini butir-butir soal tes tidak perlu sama persis dengan perilaku yang hendak diprekdiksi oleh tes itu, yang mutlak perlu adalah adanya hubungan empiris di antara keduanya. Derajat kesamaan antara sampel tes dan perilaku yang diprediksi amatlah bervariasi. Tingkat kesamaan yang kurang besar diilusatrasikan oleh banyak tes kemampuan kejujuran yang dilakukan sebelum pelatihan pekerjaan, di mana hanya ada kesamaan moderat antara tugas yang dijalankan dalam pekerjaan dan tugas-tugas  yang tercakup dalam tes. Pada ekstrem lainnya ditemukan tes-tes kepribadian projektif, misalnya tes tetesan tinta Rorschach, yaitu ada usaha untuk meramalkan berdasarkan asosiasi responden terhadap bercak tinta tentang bagaimana ia akan bereaksi terhadap orang lain, terhadap stimuli yang bernada emosional, dan situasi sehari-hari yang kompleks.


Standardisasi.
Standardisasi menyiratkan keseragaman cara penyelengaraan dan penskoran tes. Standardisasi menyangkut jumlah tempat materi yang digunakan, batas waktu, instruksi-instruksi lisan (laju bicara, nada suara, infleksi, jeda, dan ekspresi wajah), demontrasi awal, cara-cara menjawab pertanyaan dari peserta tes, dan setiap rincian lain atas situasi tes.  Langkah penting lainnya dalam standardisasi tes adalah norma-norma. Norma adalah kinerja normal atau rata-rata. Dalam proses menstandardisasikan tes, tes diselenggarakan pada sampel yang luas dan representatif atas jenis orang yang memang menjadi sasaran perancangan tes tersebut. Kelompok ini, dikenal sebagai sampel standardisasi, berfungsi menetapkan norma-norma.


Pengukuran Kesulitan yang Objektif.
Jadi, dari definisi tes psikologis pada pembukaan pembahasan ini, penyelenggaraan, penilaian, dan interpretasi skor adalah objektif sejauh skor-skor tes tergantung pada penilaian subjektif penguji tertentu. Ada cara utama lainnya agar dapat mendeskripsikan tes-tes psikologis sebagai alat ukur objektif yakni, penentuan tingkat kesulitan sebuah butir soal atau seluruh tes, didasarkan pada prosedur-prosedur empiris yang objektif.


Keandalan.
Sebagaimana digunakan dalam psikometri istilah "keandalan" pada dasarnya berarti konsistensi. Keandalan tes adalah konsistensi skor-skor yang didapatkan oleh orang-orang yang sama ketika dites ulang dengan tes yang sama atau dengan tes yang ekuivalen dengan tes sebelumnya. Sebelum tes psikologis tertentu dikeluarkan untuk digunakaan secara umum, pemeriksaan yang mendalam dan objektif tentang kedalamannya harus dijalankan. Keandalan dapat diperiksa dengan membandingkan skor-skor yang diperoleh peserta tes yang sama pada waktu-waktu yang berbeda, atau berdasar syarat tes relevan lainnya.


Validitas.
Validitas memberikan pemeriksaan langsung pada sejauh mana tes tertentu memenuhi fungsinya. Penentuan validitas biasanya memerlukan kriteria independen dan eksternal tentang apa pun yang menjadi sasaran pengukuran tes tersebut.

C. Penyelenggaraan Tes


Persiapan Sebelumnya bagi Para Penguji.
Dalam tes tidak boleh terjadi hal darurat, yang tidak dipersiapkan. Harus dilakukan berbagai usaha untuk meramalkan dan mencegah hal-hal darurat. Hanya dengan cara ini, keseragaman prosedur bisa dijamin. Beberapa persiapan sebelumnya bagi para penguji diantaranya: persiapan waktu tes, persiapan materi tes, pengecekan dan kalibrasi periodik harus sering dilakukan ketika alat rumit digunakan, dan keakraban dengan prosedur tes tertentu (baik pada tes perorangan maupun kelompok). Secara umum, penguji membaca instruksi, memerhatiakn waktu, dan memimpin kelompok dalam ruang tes. Penyelenggaraan membagikan dan mengumpulkan materi tes, memastikan bahwa instruksi dijalankan, menjawab pertanyaan dari orang-orang yang mengikuti tes dalam batasan-batasan yang ditentukan dalam buku pedoman dan mencegah penipuan.


Kondisi-Kondisi Tes.
 Prosedur yang terstandardisasi berlaku tak hanya pada instruksi-instruksi verbal, penentuan waktu, bahan-bahan, dan aspek-aspek tes lainnya, tetapi juga pada lingkungan tes. Perhatian harus diberikan pada pemilihan ruang tes yang sesuai. Ruang ini harus bebas dari suara dan gangguan yang tidak perlu, serta seharusnya memiliki pencahayaan, ventilasi, tempat duduk, dan ruang kerja yang memadai bagi orang yang mengikuti tes. Penting untuk menyadari sejauh mana kondisi tes bisa memengaruhi skor tes. Bahkan aspek-aspek situasi tes yang tampaknya tidak penting bisa amat mempengaruhi kinerja orang yang dites. Ada bukti yang menunjukan bahwa kelompok yang menggunakan meja cenderung memperoleh skor lebih tinggi (T.L. Kelly, 1943; Traxler & Hilkert, 1942). Ada juga bukti bahwa jenis kertas jawab yang digunakan juga memengaruhi skor-skor tes (F.O. Bell, Hoff, & Hoyt, 1964). Faktor lain, seperti apakah penguji itu orang asing atau orang yang sudah dikenal oleh peserta tes, bisa cukup menimbulkan perbedaan skor-skor tes (Sacks, 1952; Tsudzuki, Hata, & Kuze, 1957).


Memperkenalkan Tes: Pemahaman dan Orientasi Peserta Tes.
Pelatihan para penguji mencakup teknik-teknik penentuan pemahaman dan juga hal-hal yang lebih terkait langsung dengan penyelenggaraan tes. Dalam menentukan pemahaman, seperti halnya dalam prosedur-prosedur tes lainnya, keseragaman kondisi tes sangat penting untuk melakukan perbandingan antara hasil tes satu dengan lainnya. Meskipun pemahaman dapat ditentukan dengan lebih mantap dalam tes perorangan, langkah-langkah dapat pula diambil dalam tes kelompok untuk memotivasi peserta tes dan menyingkirkan kecemasan mereka. Oleh karena itu, diperlukan semacam pemberian rasa aman tertentu pada awal setiap tes. Penting juga untuk menyingkirkan unsur kejutan dari situasi tes sebisa mungkin, karena hal yang tidak diharapkan dan tidak dikenal bisa menimbulkan rasa cemas.


Sumber: Anastasi, A., Urbina, U. (2007). Tes Psikologi (Edisi Ketujuh). Indonesia: PT Indeks
              www.psikologizone.com

Psikodiagnostik 1 #2

Minggu, 09 Maret 2014

Psikodiagnostik
James Drever (1971), dalam buku Dictionary of Psychology.
Psychodiagnostic is the attempt to assess personal characteristics through of the observation of external features,as in physiognomy, craniology, grafology, study of voice, gait, etc.
Psikodiagnostik adalah suatu upaya untuk menilai karakteristik individu melalui suatu observasi tanda-tanda luar, dalam hal ini baik dari bentuk tubuh, maupun cara-cara bertingkah laku.
Istilah Psikodiagnostik diperkenalkan oleh Herman ROSCHACH (1921) yang menampilkan tesnya sebagai metode Psikodiagnostik dan menjadi tes Roschach.  Dalam tes tsb, Roschach memperlihatkan gambar- gambar yang terbuat dari blot tinta kepada subjeknya, lalu diinterpretasikan.

Contoh Gambar dari tes Roschach sumber : http://www.test-de-rorschach.com.ar/en/inkblots.htm
Tujuan Psikodiagnostik:
1. Memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya; dalam aspek perkembangan intelektual, kepribadian, sosial, emosi. Dapat memahami kebutuhan individu secara optimal.
2. Mengetahui kelemahan2, keunggulan2, agar kehidupannya dapat dimaksimalkan.
3. Pemahaman terhadap individu merupakan sarana yang baik bagi keluarga untuk memberikan perlakuan yang tepat.
4. untuk penempatan pendidikan dan pekerjaan secara tepat.
5. Untuk kepentingan bimbingan konseling.
6. Sebagai bahan proses terapi bila dibutuhkan.

Psikodiagnostik sangat penting dalam psikologi : memahami individu lebih baik dan memberi perlakuan yang paling sesuai : deskripsi Kepribadian.
Deskripi Kepribadian diperoleh dengan beberapa teknik dan prosedur sistematis : data objektif.

Teknik- teknik tersebut antara lain : wawancara, observasi, analisa dokumen pribadi (otobiografi, biografi, buku harian, surat pribadi, dsb) dan tes psikologi. 

PSIKOLOGI DIFERENSIAL
·       
       Mempelajari perbedaan-perbedaan kemampuan dan kegiatan dari individu. Setiap individu memiliki potensi dan kecakapan intelektual yang berbeda. Sebagian besar individu memiliki inteligensi yang tergolong normal, tetapi sebagian memiliki inteligensi tinggi dan sebagian lainnya rendah. Bakat individu berbeda-beda, seorang berbakat dalam bidang musik, yang lain lebih berbakat dalam bidang olah raga, atau teknik atau memasak dll..

PSI. DIFERENSIAL DILATAR BELAKANGI OLEH :
1.     KARAKTEROLOGI
Bertujuan untuk mengembalikan perbedaan azasi manusia kedalam tipe dasar yang sederhana.
2.     PSIKODIAGNOSTIK
Bertujuan untuk menentukan hubungan antara suatu keadaan atau gerakan manusia yang dapat diamati dari luar dgn ciri-ciri individu didalam dirinya untuk memahami karakter.
Contoh :
Fisiognomi                           : menghubungkan sifat dengan raut wajah.Prenologi (karinologi)    : menghubungkan bentuk kepala dengan sifat manusia.Grafologi                               : tulisan tangan dengan sifat manusia.Mandel                                  : hukum MandelGaltom                                  : perbedaan faaliCattel                                     : Mental tes
STRUKTUR PSIKIS ATAU CIRI-CIRI PSIKIS INDIVIDU
GEJALA                   : Segala sesuatu yang dialami atau ditangkap secara langsung.
·         Gejala Psikis  : hanya dapat diketahui oleh individu yang bersangkutan.
·         Gejala Fisik    : selain individu dapat diamati oleh orang lain (ekspresi wajah)
Act                              : serangkaian gejala yang mempunyai kesatuan dan mempunyai tujuan, serta berlangsung didalam kurun waktu tertentu.
·
DIPOSISI       : adalah penyebab dari akt & gejala, waktu berlangsung tidak terbatas.
Contoh : tempramen, sifat, bakat, kemampuan
·         Psikis   : kepekaan perasaan
·         Fisik    : pencemaran buruk
·         Netral : kemampuan menyesuaikan diri



Psikodiagnostik 1 #1

Rabu, 05 Maret 2014

New day in March…
Engga kerasa udah semester 4 lagi, dan ketemu mas Seta lagi di Psikodiagnostik I .
Apasih PsikoDiagnostik?. Dari kata Psikologi dan Diagnostik .
Psikologi (Pscyche = Jiwa , Logos= Ilmu) adalah ilmu memahami jiwa melalui perilaku yakni interaksi individu dengan lingkungannya dan ada proses belajar. Balik lagi ke sejarah Psikologi menjadi ilmu yang berdiri sendiri, saat opa Wilhelm Wundt membuat Lab di Leipzig jerman pada tahun 1879. Saat itu Wundt ingin menilai performance manusia, di dalam lab tersebut tidak seperti lab lab kimia atau kedokteran. Didalamnya hanya ruangan besar yang diisi matras matras, apa sumber penelitiannya? Manusia. Manusia yang menjadi subjek penelitian disuruh melompat, menggelinding untuk dilihat performancenya.
Istilah Psikodiagnostik diperkenalkan oleh Herman ROSCHACH (1921) yang menampilkan tesnya sebagai metode Psikodiagnostik dan menjadi tes Roschach.  Dalam tes tsb, Roschach memperlihatkan gambar- gambar yang terbuat dari blot tinta kepada subjeknya, lalu diinterpretasikan.

Contoh Gambar dari tes Roschach sumber : http://www.test-de-rorschach.com.ar/en/inkblots.htm

Diagnosis berasal dari kata yunani, Gnosis yang berarti Tahu dari pengalaman (knowledge from experience ).
Diagnostik berarti mencari untuk mengalami sebuah pengetahuan.
Menurut Chaplin: Diagnosa is determinication of the nature of an abnormality or diaseases. (menentukan keadaan jiwa sekarang).
James Drever (1971), dalam buku Dictionary of Psychology.
Psychodiagnostic is the attempt to assess personal characteristics through of the observation of external features,as in physiognomy, craniology, grafology, study of voice, gait, etc.
Psikodiagnostik adalah suatu upaya untuk menilai karakteristik individu melalui suatu observasi tanda-tanda luar, dalam hal ini baik dari bentuk tubuh, maupun cara-cara bertingkah laku.
Tujuan Psikodiagnostik:
1. Memperoleh informasi yang sebanyak-banyaknya; dalam aspek perkembangan intelektual, kepribadian, sosial, emosi. Dapat memahami kebutuhan individu secara optimal.
2. Mengetahui kelemahan2, keunggulan2, agar kehidupannya dapat dimaksimalkan.
3. Pemahaman terhadap individu merupakan sarana yang baik bagi keluarga untuk memberikan perlakuan yang tepat.
4. untuk penempatan pendidikan dan pekerjaan secara tepat.
5. Untuk kepentingan bimbingan konseling.
6. Sebagai bahan proses terapi bila dibutuhkan.

Psikodiagnostik bukan sebagai aliran- aliran seperti psikoanalisa, humanistic, behaviourisme. Melainkan Psikodiagnostik menjadi alat / prasarana dalam Psikologi.