KONSEP
DASAR TES PSIKOLOGI
Definisi
Tes dalam Psikologi
Istilah tes telah sedemikian populernya
di Indonesia. Boleh dikatakan setiap orang pernah mendengar, membicarakan, atau
bahkan mengalami pengukuran suatu tes dalam situasi dan keperluan yang berbeda.
Tetapi apakah sebenarnya tes itu? Kiranya tidak banyak orang yang dapat
menjelaskan secara baik dan lengkap.Dalam
buku Saifuddin Azwar pada tahun 1987 dengan judul “Test Prestasi : Fungsi dan
Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar”, suatu tes tidak lain dari sekumpulan
pertanyaan yang harus dijawab atau tugas yang harus dikerjakan yang akan
memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu berdasarkan
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan atau cara dan hasil subyek melakukan
tugasnya.Penjelasan
ini mungkin terlalu sederhana, karena pada kenyataannya tidak sembarang
kumpulan pertanyaan cukup berharga untuk dinamakan suatu alat tes. Banyak
syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu agar pertanyaan itu dapat
dinamai suatu alat tes.Anne
Anastasi (1976) mengatakan bahwa tes pada dasarnya adalah suatu pengukuran yang
obyektif dan standar terhadap sampel perilaku. Brown (1976) mengatakan bahwa
tes adalah suatu prosedur yang sistematis guna mengukur sample perilaku
seseorang. Nampaknya Brown menganggap bahwa cirri sistematis tersebut telah
mencakup pengertian obyektif, standar, dan syarat-syarat kualitas lainnya.Definisi
yang lebih lengkap dapat dikutipkan langsung dari pendapat Cronbach yang
dikemukakan dalam bukunya Essentials of psychological Testing, yaitu: “….a
systematic procedure for observing a person’s behavior and describing it with
the aid of a numerical scale or a category system” (Cronbach, 1970).
Dari
batasan-batasan mengenai tes tersebut diatas, dapatlah kita tarik kesimpulan
pengertian, antara lain:1. Tes
adalah prosedur yang sistematis, artinya (a) item-item dalam tes disusun dengan
cara dan aturan tertentu, (b) prosedur administrasi dan pemberian angka
(skoring) tes harus jelas dan dispesifikasikan secara terperinci, dan (c)
setiap orang yang mengambil tes tersebut harus mendapat item-item yang sama dan
dalam kondisi yang sebanding.2. Tes
yang berisi sampel perilaku, artinya (a) betapapun panjangnya suatu tes isi
yang tercangkup didalamnya tidak akan lebih dari seluruh item yang mungkin ada,
dan (b) kelayakan suatu tes tergantung pada sejauh mana item-item di dalam tes itu
mewakili secara representatif kawasan (domain) perilaku yang diukur.3. Tes
mengukur perilaku, artinya item-item dalam tes menghendaki subyek agar
menunjukkan apa yang diketahui atau apa yang telah dipelajari subyek dengan
cara menjawab item-item atau mengerjakan tugas-tugas yang dikehendaki oleh tes.
Sedangkan
beberapa hal yang tidak tercangkup dalam batasan tes adalah:1.Tes
tidak memberi spesifikasi formatnya, artinya tes dapat disusun dlaam berbagai
bentuk dan tipe sesuai dengan tujuan dan maksud diadakannya tes.2.Tes
tidak membatasi isi yang dapat dicangkupnya, artinya tes dapat melakukan fungsi
ukur terhadap hasil belajar, abilitas, kamampuan khusus atau bakat,
intelegensi, dan sebagainya sesuai dengan untuk apa tes itu dibuat.3.Subyek
yang dikenai tes tidak selalu perlu dan harus tahu kalau ia sedang dikenai
suatu tes, lebih lanjut, subyek tidak selalu perlu tahu aspek psikologis apa
yang sedang diukur dari dirinya
Tes Psikologi?
Sampel Perilaku.
Tes psikologis
pada dasarnya adalah alat ukur yang objektif dan dibakukan atas sampel perilaku
tertentu. Tes-tes psikologis mirip dengan tes-tes dalam ilmu-ilmu lainnya,
sejauh observasi dibuat atas sampel yang kecil, namun dipilih secara hati-hati
atas perilaku individu. Dalam kaitan ini butir-butir soal tes tidak perlu sama
persis dengan perilaku yang hendak diprekdiksi oleh tes itu, yang mutlak perlu
adalah adanya hubungan empiris di antara keduanya. Derajat kesamaan antara
sampel tes dan perilaku yang diprediksi amatlah bervariasi. Tingkat kesamaan
yang kurang besar diilusatrasikan oleh banyak tes kemampuan kejujuran yang
dilakukan sebelum pelatihan pekerjaan, di mana hanya ada kesamaan moderat
antara tugas yang dijalankan dalam pekerjaan dan tugas-tugas yang
tercakup dalam tes. Pada ekstrem lainnya ditemukan tes-tes kepribadian
projektif, misalnya tes tetesan tinta Rorschach, yaitu ada usaha untuk
meramalkan berdasarkan asosiasi responden terhadap bercak tinta tentang
bagaimana ia akan bereaksi terhadap orang lain, terhadap stimuli yang bernada
emosional, dan situasi sehari-hari yang kompleks.
Standardisasi.
Standardisasi
menyiratkan keseragaman cara penyelengaraan dan penskoran tes. Standardisasi
menyangkut jumlah tempat materi yang digunakan, batas waktu,
instruksi-instruksi lisan (laju bicara, nada suara, infleksi, jeda, dan
ekspresi wajah), demontrasi awal, cara-cara menjawab pertanyaan dari peserta
tes, dan setiap rincian lain atas situasi tes. Langkah penting lainnya
dalam standardisasi tes adalah norma-norma. Norma adalah kinerja normal atau
rata-rata. Dalam proses menstandardisasikan tes, tes diselenggarakan pada
sampel yang luas dan representatif atas jenis orang yang memang menjadi sasaran
perancangan tes tersebut. Kelompok ini, dikenal sebagai sampel standardisasi,
berfungsi menetapkan norma-norma.
Pengukuran
Kesulitan yang Objektif.
Jadi, dari definisi
tes psikologis pada pembukaan pembahasan ini, penyelenggaraan, penilaian, dan
interpretasi skor adalah objektif sejauh skor-skor tes tergantung pada
penilaian subjektif penguji tertentu. Ada cara utama lainnya agar dapat
mendeskripsikan tes-tes psikologis sebagai alat ukur objektif yakni, penentuan
tingkat kesulitan sebuah butir soal atau seluruh tes, didasarkan pada
prosedur-prosedur empiris yang objektif.
Keandalan.
Sebagaimana
digunakan dalam psikometri istilah "keandalan" pada dasarnya berarti
konsistensi. Keandalan tes adalah konsistensi skor-skor yang didapatkan oleh
orang-orang yang sama ketika dites ulang dengan tes yang sama atau dengan tes
yang ekuivalen dengan tes sebelumnya. Sebelum tes psikologis tertentu
dikeluarkan untuk digunakaan secara umum, pemeriksaan yang mendalam dan
objektif tentang kedalamannya harus dijalankan. Keandalan dapat diperiksa
dengan membandingkan skor-skor yang diperoleh peserta tes yang sama pada
waktu-waktu yang berbeda, atau berdasar syarat tes relevan lainnya.
Validitas.
Validitas
memberikan pemeriksaan langsung pada sejauh mana tes tertentu memenuhi
fungsinya. Penentuan validitas biasanya memerlukan kriteria independen dan
eksternal tentang apa pun yang menjadi sasaran pengukuran tes tersebut.
C. Penyelenggaraan
Tes
Persiapan
Sebelumnya bagi Para Penguji.
Dalam tes tidak
boleh terjadi hal darurat, yang tidak dipersiapkan. Harus dilakukan berbagai
usaha untuk meramalkan dan mencegah hal-hal darurat. Hanya dengan cara ini,
keseragaman prosedur bisa dijamin. Beberapa persiapan sebelumnya bagi para
penguji diantaranya: persiapan waktu tes, persiapan materi tes, pengecekan dan
kalibrasi periodik harus sering dilakukan ketika alat rumit digunakan, dan
keakraban dengan prosedur tes tertentu (baik pada tes perorangan maupun
kelompok). Secara umum, penguji membaca instruksi, memerhatiakn waktu, dan
memimpin kelompok dalam ruang tes. Penyelenggaraan membagikan dan mengumpulkan
materi tes, memastikan bahwa instruksi dijalankan, menjawab pertanyaan dari
orang-orang yang mengikuti tes dalam batasan-batasan yang ditentukan dalam buku
pedoman dan mencegah penipuan.
Kondisi-Kondisi
Tes.
Prosedur yang terstandardisasi berlaku tak
hanya pada instruksi-instruksi verbal, penentuan waktu, bahan-bahan, dan
aspek-aspek tes lainnya, tetapi juga pada lingkungan tes. Perhatian harus
diberikan pada pemilihan ruang tes yang sesuai. Ruang ini harus bebas dari
suara dan gangguan yang tidak perlu, serta seharusnya memiliki pencahayaan,
ventilasi, tempat duduk, dan ruang kerja yang memadai bagi orang yang mengikuti
tes. Penting untuk menyadari sejauh mana kondisi tes bisa memengaruhi skor tes.
Bahkan aspek-aspek situasi tes yang tampaknya tidak penting bisa amat
mempengaruhi kinerja orang yang dites. Ada bukti yang menunjukan bahwa kelompok
yang menggunakan meja cenderung memperoleh skor lebih tinggi (T.L. Kelly, 1943;
Traxler & Hilkert, 1942). Ada juga bukti bahwa jenis kertas jawab yang
digunakan juga memengaruhi skor-skor tes (F.O. Bell, Hoff, & Hoyt, 1964).
Faktor lain, seperti apakah penguji itu orang asing atau orang yang sudah
dikenal oleh peserta tes, bisa cukup menimbulkan perbedaan skor-skor tes
(Sacks, 1952; Tsudzuki, Hata, & Kuze, 1957).
Memperkenalkan
Tes: Pemahaman dan Orientasi Peserta Tes.
Pelatihan para
penguji mencakup teknik-teknik penentuan pemahaman dan juga hal-hal yang lebih
terkait langsung dengan penyelenggaraan tes. Dalam menentukan pemahaman,
seperti halnya dalam prosedur-prosedur tes lainnya, keseragaman kondisi tes
sangat penting untuk melakukan perbandingan antara hasil tes satu dengan
lainnya. Meskipun pemahaman dapat ditentukan dengan lebih mantap dalam tes
perorangan, langkah-langkah dapat pula diambil dalam tes kelompok untuk
memotivasi peserta tes dan menyingkirkan kecemasan mereka. Oleh karena itu,
diperlukan semacam pemberian rasa aman tertentu pada awal setiap tes. Penting
juga untuk menyingkirkan unsur kejutan dari situasi tes sebisa mungkin, karena
hal yang tidak diharapkan dan tidak dikenal bisa menimbulkan rasa cemas.
Sumber: Anastasi, A., Urbina, U. (2007). Tes Psikologi (Edisi Ketujuh). Indonesia: PT Indeks
www.psikologizone.com
www.psikologizone.com
1 komentar:
Review Perkuliahan ke3 :
- Tes Psikologi memiliki unsur penting :
1. Validitas (apa yang mau diukur, paham konsepnya baru menemukan alat tes atau membuatnya sendiri. Contoh : kita harus paham konsep intelegensi jika ingin mengukur intelegensi.
2. Paham Ilmu ( metodologi penelitian) yang didalamnya terdapat cara cara untuk melakukan penelitian, adanya standarisasi
3. Skoring (membuat skor atas tes yang telah diberikan)
- Terima kasih
Posting Komentar