Senin, 17 Maret 2014

KONSEP DASAR TES PSIKOLOGI
Definisi Tes dalam Psikologi
Istilah tes telah sedemikian populernya di Indonesia. Boleh dikatakan setiap orang pernah mendengar, membicarakan, atau bahkan mengalami pengukuran suatu tes dalam situasi dan keperluan yang berbeda. Tetapi apakah sebenarnya tes itu? Kiranya tidak banyak orang yang dapat menjelaskan secara baik dan lengkap.Dalam buku Saifuddin Azwar pada tahun 1987 dengan judul “Test Prestasi : Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar”, suatu tes tidak lain dari sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab atau tugas yang harus dikerjakan yang akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis  tertentu berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan atau cara dan hasil subyek melakukan tugasnya.Penjelasan ini mungkin terlalu sederhana, karena pada kenyataannya tidak sembarang kumpulan pertanyaan cukup berharga untuk dinamakan suatu alat tes. Banyak syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu agar pertanyaan itu dapat dinamai suatu alat tes.Anne Anastasi (1976) mengatakan bahwa tes pada dasarnya adalah suatu pengukuran yang obyektif dan standar terhadap sampel perilaku. Brown (1976) mengatakan bahwa tes adalah suatu prosedur yang sistematis guna mengukur sample perilaku seseorang. Nampaknya Brown menganggap bahwa cirri sistematis tersebut telah mencakup pengertian obyektif, standar, dan syarat-syarat kualitas lainnya.Definisi yang lebih lengkap dapat dikutipkan langsung dari pendapat Cronbach yang dikemukakan dalam bukunya Essentials of psychological Testing, yaitu: “….a systematic procedure for observing a person’s behavior and describing it with the aid of a numerical scale or a category system” (Cronbach, 1970).
Dari batasan-batasan mengenai tes tersebut diatas, dapatlah kita tarik kesimpulan pengertian, antara lain:1. Tes adalah prosedur yang sistematis, artinya (a) item-item dalam tes disusun dengan cara dan aturan tertentu, (b) prosedur administrasi dan pemberian angka (skoring) tes harus jelas dan dispesifikasikan secara terperinci, dan (c) setiap orang yang mengambil tes tersebut harus mendapat item-item yang sama dan dalam kondisi yang sebanding.2. Tes yang berisi sampel perilaku, artinya (a) betapapun panjangnya suatu tes isi yang tercangkup didalamnya tidak akan lebih dari seluruh item yang mungkin ada, dan (b) kelayakan suatu tes tergantung pada sejauh mana item-item di dalam tes itu mewakili secara representatif kawasan (domain) perilaku yang diukur.3. Tes mengukur perilaku, artinya item-item dalam tes menghendaki subyek agar menunjukkan apa yang diketahui atau apa yang telah dipelajari subyek dengan cara menjawab item-item atau mengerjakan tugas-tugas yang dikehendaki oleh tes.
Sedangkan beberapa hal yang tidak tercangkup dalam batasan tes adalah:1.Tes tidak memberi spesifikasi formatnya, artinya tes dapat disusun dlaam berbagai bentuk dan tipe sesuai dengan tujuan dan maksud diadakannya tes.2.Tes tidak membatasi isi yang dapat dicangkupnya, artinya tes dapat melakukan fungsi ukur terhadap hasil belajar, abilitas, kamampuan khusus atau bakat, intelegensi, dan sebagainya sesuai dengan untuk apa tes itu dibuat.3.Subyek yang dikenai tes tidak selalu perlu dan harus tahu kalau ia sedang dikenai suatu tes, lebih lanjut, subyek tidak selalu perlu tahu aspek psikologis apa yang sedang diukur dari dirinya
Tes Psikologi?
Sampel Perilaku. 
Tes psikologis pada dasarnya adalah alat ukur yang objektif dan dibakukan atas sampel perilaku tertentu. Tes-tes psikologis mirip dengan tes-tes dalam ilmu-ilmu lainnya, sejauh observasi dibuat atas sampel yang kecil, namun dipilih secara hati-hati atas perilaku individu. Dalam kaitan ini butir-butir soal tes tidak perlu sama persis dengan perilaku yang hendak diprekdiksi oleh tes itu, yang mutlak perlu adalah adanya hubungan empiris di antara keduanya. Derajat kesamaan antara sampel tes dan perilaku yang diprediksi amatlah bervariasi. Tingkat kesamaan yang kurang besar diilusatrasikan oleh banyak tes kemampuan kejujuran yang dilakukan sebelum pelatihan pekerjaan, di mana hanya ada kesamaan moderat antara tugas yang dijalankan dalam pekerjaan dan tugas-tugas  yang tercakup dalam tes. Pada ekstrem lainnya ditemukan tes-tes kepribadian projektif, misalnya tes tetesan tinta Rorschach, yaitu ada usaha untuk meramalkan berdasarkan asosiasi responden terhadap bercak tinta tentang bagaimana ia akan bereaksi terhadap orang lain, terhadap stimuli yang bernada emosional, dan situasi sehari-hari yang kompleks.


Standardisasi.
Standardisasi menyiratkan keseragaman cara penyelengaraan dan penskoran tes. Standardisasi menyangkut jumlah tempat materi yang digunakan, batas waktu, instruksi-instruksi lisan (laju bicara, nada suara, infleksi, jeda, dan ekspresi wajah), demontrasi awal, cara-cara menjawab pertanyaan dari peserta tes, dan setiap rincian lain atas situasi tes.  Langkah penting lainnya dalam standardisasi tes adalah norma-norma. Norma adalah kinerja normal atau rata-rata. Dalam proses menstandardisasikan tes, tes diselenggarakan pada sampel yang luas dan representatif atas jenis orang yang memang menjadi sasaran perancangan tes tersebut. Kelompok ini, dikenal sebagai sampel standardisasi, berfungsi menetapkan norma-norma.


Pengukuran Kesulitan yang Objektif.
Jadi, dari definisi tes psikologis pada pembukaan pembahasan ini, penyelenggaraan, penilaian, dan interpretasi skor adalah objektif sejauh skor-skor tes tergantung pada penilaian subjektif penguji tertentu. Ada cara utama lainnya agar dapat mendeskripsikan tes-tes psikologis sebagai alat ukur objektif yakni, penentuan tingkat kesulitan sebuah butir soal atau seluruh tes, didasarkan pada prosedur-prosedur empiris yang objektif.


Keandalan.
Sebagaimana digunakan dalam psikometri istilah "keandalan" pada dasarnya berarti konsistensi. Keandalan tes adalah konsistensi skor-skor yang didapatkan oleh orang-orang yang sama ketika dites ulang dengan tes yang sama atau dengan tes yang ekuivalen dengan tes sebelumnya. Sebelum tes psikologis tertentu dikeluarkan untuk digunakaan secara umum, pemeriksaan yang mendalam dan objektif tentang kedalamannya harus dijalankan. Keandalan dapat diperiksa dengan membandingkan skor-skor yang diperoleh peserta tes yang sama pada waktu-waktu yang berbeda, atau berdasar syarat tes relevan lainnya.


Validitas.
Validitas memberikan pemeriksaan langsung pada sejauh mana tes tertentu memenuhi fungsinya. Penentuan validitas biasanya memerlukan kriteria independen dan eksternal tentang apa pun yang menjadi sasaran pengukuran tes tersebut.

C. Penyelenggaraan Tes


Persiapan Sebelumnya bagi Para Penguji.
Dalam tes tidak boleh terjadi hal darurat, yang tidak dipersiapkan. Harus dilakukan berbagai usaha untuk meramalkan dan mencegah hal-hal darurat. Hanya dengan cara ini, keseragaman prosedur bisa dijamin. Beberapa persiapan sebelumnya bagi para penguji diantaranya: persiapan waktu tes, persiapan materi tes, pengecekan dan kalibrasi periodik harus sering dilakukan ketika alat rumit digunakan, dan keakraban dengan prosedur tes tertentu (baik pada tes perorangan maupun kelompok). Secara umum, penguji membaca instruksi, memerhatiakn waktu, dan memimpin kelompok dalam ruang tes. Penyelenggaraan membagikan dan mengumpulkan materi tes, memastikan bahwa instruksi dijalankan, menjawab pertanyaan dari orang-orang yang mengikuti tes dalam batasan-batasan yang ditentukan dalam buku pedoman dan mencegah penipuan.


Kondisi-Kondisi Tes.
 Prosedur yang terstandardisasi berlaku tak hanya pada instruksi-instruksi verbal, penentuan waktu, bahan-bahan, dan aspek-aspek tes lainnya, tetapi juga pada lingkungan tes. Perhatian harus diberikan pada pemilihan ruang tes yang sesuai. Ruang ini harus bebas dari suara dan gangguan yang tidak perlu, serta seharusnya memiliki pencahayaan, ventilasi, tempat duduk, dan ruang kerja yang memadai bagi orang yang mengikuti tes. Penting untuk menyadari sejauh mana kondisi tes bisa memengaruhi skor tes. Bahkan aspek-aspek situasi tes yang tampaknya tidak penting bisa amat mempengaruhi kinerja orang yang dites. Ada bukti yang menunjukan bahwa kelompok yang menggunakan meja cenderung memperoleh skor lebih tinggi (T.L. Kelly, 1943; Traxler & Hilkert, 1942). Ada juga bukti bahwa jenis kertas jawab yang digunakan juga memengaruhi skor-skor tes (F.O. Bell, Hoff, & Hoyt, 1964). Faktor lain, seperti apakah penguji itu orang asing atau orang yang sudah dikenal oleh peserta tes, bisa cukup menimbulkan perbedaan skor-skor tes (Sacks, 1952; Tsudzuki, Hata, & Kuze, 1957).


Memperkenalkan Tes: Pemahaman dan Orientasi Peserta Tes.
Pelatihan para penguji mencakup teknik-teknik penentuan pemahaman dan juga hal-hal yang lebih terkait langsung dengan penyelenggaraan tes. Dalam menentukan pemahaman, seperti halnya dalam prosedur-prosedur tes lainnya, keseragaman kondisi tes sangat penting untuk melakukan perbandingan antara hasil tes satu dengan lainnya. Meskipun pemahaman dapat ditentukan dengan lebih mantap dalam tes perorangan, langkah-langkah dapat pula diambil dalam tes kelompok untuk memotivasi peserta tes dan menyingkirkan kecemasan mereka. Oleh karena itu, diperlukan semacam pemberian rasa aman tertentu pada awal setiap tes. Penting juga untuk menyingkirkan unsur kejutan dari situasi tes sebisa mungkin, karena hal yang tidak diharapkan dan tidak dikenal bisa menimbulkan rasa cemas.


Sumber: Anastasi, A., Urbina, U. (2007). Tes Psikologi (Edisi Ketujuh). Indonesia: PT Indeks
              www.psikologizone.com

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Review Perkuliahan ke3 :
- Tes Psikologi memiliki unsur penting :
1. Validitas (apa yang mau diukur, paham konsepnya baru menemukan alat tes atau membuatnya sendiri. Contoh : kita harus paham konsep intelegensi jika ingin mengukur intelegensi.
2. Paham Ilmu ( metodologi penelitian) yang didalamnya terdapat cara cara untuk melakukan penelitian, adanya standarisasi
3. Skoring (membuat skor atas tes yang telah diberikan)

- Terima kasih

Posting Komentar